by. Abul Bukhari Irwan Ibnu Abbas,S.S., M.Hum
1. Taqdim
Tema "pernikahan dini" bukanlah suatu hal yang baru untuk diperbincangkan, masalah ini sangat sering "diangkat" dalam berbagai seminar dan diskusi, Bahkan juga sering dibicarakan oleh media massa, baik media elektronik maupun non elektronik. Masalah ini memang sebagai suatu tema yang "sangat laris" mengundang peminat, maka tidak mengherankan jika sekali pun hal ini sering dibahas, selalu ramai dan mendapat perhatian, khususnya dari kalangan kawula muda.
Berbagai tanggapan tentang menikah di usia dini bermunculan, ada yang menanggapi dengan postif, namun tak jarang pula ada yang memandang negatif. Sebagai salah satu contoh yang "mengangkat" persoalan ini dalam bentuk sinema elektronik adalah sinetron "Pernikahan Dini" yang sangat digandrungi oleh sebagian anak muda yang ditayangkan oleh salah satu stasiun televisi swasta di tanah air. Dalam sinetron ini dikisahkan sepasang remaja yang masih duduk di bangku sekolah saling jatuh hati dan meneruskan dalam suatu hubungan akrab (pacaran), namun disebabkan hubungan yang amat intim sehingga suatu ketika terjadilah suatu perbuatan yang selayaknya hanya boleh dilakukan oleh sepasang suami istri yang telah diikat oleh suatu pernikahan yang sah. Akibat dari perbuatan itu sang gadis akhirnya hamil. Untuk menutupi aib mereka, maka kedua insan remaja tersebut terpaksa dinikahkan. Walhasil karena rumah tangga yang dibangun dari suatu keterpaksaan, maka berbagai persoalan pun mulai muncul, sehingga lambat laun "kehancuran" membayangi kehidupan rumah tangga mereka. Suatu hal yang dimulai dengan tidak baik maka biasanya akan melahirkan yang tidak baik pula.
Bisa jadi karena banyaknya hal yang negatif yang ditampakkan dalam sinetron tersebut, maka berbagai pihak pun tak setuju dengan pernikahan dini. Sebagai salah satu contoh mantan kepala SMU Negeri I Denpasar (Selengkapnya lihat: Sabili No. 2 Th. X). Ia melarang pernikahan dini bagi para pelajar terutama SMU, Ia katakan: "Bila pemerintah memperbolehkan para pelajar untuk menikah, maka akan banyak siswa-siswi yang menikah sebelum merampungkan pendidikannya."
Pendapat yang lain, seperti pendapat Prof. Dr. Dadang Hawari, seorang psikiater: "Secara psikologis dan biologis, seseorang matang berproduksi dan bertanggungjawab sebagai ibu rumah tangga antara usia 20 sampai 25 tahun atau antara 25 sampai 30 tahun. Di bawah itu, kecepetan. Jadi pre-cocks, matang sebelum waktunya."
Lain halnya yang dikatakan oleh Muhammad Fauzil Adhim: "Secara psikologis, usia terbaik menikah antara 18-24 tahun. Untuk pernikahan dini, tidak perlu dibatasi usia. Titik berat pada kedewasaan, ilmu dan tanggung jawab. Kalau usia 16 tahun punya hal itu, tidak masalah untuk menikah."
Kontronversi mengenai PD tampaknya tidak akan pernah berakhir. Mengenai hal tersebut dalam penjelasan berikut ini akan kita kupas lebih mendalam.
Tema "pernikahan dini" bukanlah suatu hal yang baru untuk diperbincangkan, masalah ini sangat sering "diangkat" dalam berbagai seminar dan diskusi, Bahkan juga sering dibicarakan oleh media massa, baik media elektronik maupun non elektronik. Masalah ini memang sebagai suatu tema yang "sangat laris" mengundang peminat, maka tidak mengherankan jika sekali pun hal ini sering dibahas, selalu ramai dan mendapat perhatian, khususnya dari kalangan kawula muda.
Berbagai tanggapan tentang menikah di usia dini bermunculan, ada yang menanggapi dengan postif, namun tak jarang pula ada yang memandang negatif. Sebagai salah satu contoh yang "mengangkat" persoalan ini dalam bentuk sinema elektronik adalah sinetron "Pernikahan Dini" yang sangat digandrungi oleh sebagian anak muda yang ditayangkan oleh salah satu stasiun televisi swasta di tanah air. Dalam sinetron ini dikisahkan sepasang remaja yang masih duduk di bangku sekolah saling jatuh hati dan meneruskan dalam suatu hubungan akrab (pacaran), namun disebabkan hubungan yang amat intim sehingga suatu ketika terjadilah suatu perbuatan yang selayaknya hanya boleh dilakukan oleh sepasang suami istri yang telah diikat oleh suatu pernikahan yang sah. Akibat dari perbuatan itu sang gadis akhirnya hamil. Untuk menutupi aib mereka, maka kedua insan remaja tersebut terpaksa dinikahkan. Walhasil karena rumah tangga yang dibangun dari suatu keterpaksaan, maka berbagai persoalan pun mulai muncul, sehingga lambat laun "kehancuran" membayangi kehidupan rumah tangga mereka. Suatu hal yang dimulai dengan tidak baik maka biasanya akan melahirkan yang tidak baik pula.
Bisa jadi karena banyaknya hal yang negatif yang ditampakkan dalam sinetron tersebut, maka berbagai pihak pun tak setuju dengan pernikahan dini. Sebagai salah satu contoh mantan kepala SMU Negeri I Denpasar (Selengkapnya lihat: Sabili No. 2 Th. X). Ia melarang pernikahan dini bagi para pelajar terutama SMU, Ia katakan: "Bila pemerintah memperbolehkan para pelajar untuk menikah, maka akan banyak siswa-siswi yang menikah sebelum merampungkan pendidikannya."
Pendapat yang lain, seperti pendapat Prof. Dr. Dadang Hawari, seorang psikiater: "Secara psikologis dan biologis, seseorang matang berproduksi dan bertanggungjawab sebagai ibu rumah tangga antara usia 20 sampai 25 tahun atau antara 25 sampai 30 tahun. Di bawah itu, kecepetan. Jadi pre-cocks, matang sebelum waktunya."
Lain halnya yang dikatakan oleh Muhammad Fauzil Adhim: "Secara psikologis, usia terbaik menikah antara 18-24 tahun. Untuk pernikahan dini, tidak perlu dibatasi usia. Titik berat pada kedewasaan, ilmu dan tanggung jawab. Kalau usia 16 tahun punya hal itu, tidak masalah untuk menikah."
Kontronversi mengenai PD tampaknya tidak akan pernah berakhir. Mengenai hal tersebut dalam penjelasan berikut ini akan kita kupas lebih mendalam.
2. Arti Pernikahan Dini ?
Istilah pernikahan dini adalah istilah kontemporer. Dini dikaitkan dengan waktu, yakni sangat di awal waktu tertentu. Lawannya adalah pernikahan kadaluwarsa. Bagi orang-orang yang hidup pada awal-awal abad ke-20 atau sebelumnya, pernikahan seorang wanita pada usia 13-14 tahun, atau lelaki pada usia 17-18 tahun adalah hal biasa, tidak istimewa. Tetapi bagi masyarakat kini, hal itu merupakan sebuah keanehan. Wanita yang menikah sebelum usia 20 tahun atau lelaki sebelum 25 tahun pun dianggap tidak wajar, "terlalu dini" istilahnya.
Istilah pernikahan dini adalah istilah kontemporer. Dini dikaitkan dengan waktu, yakni sangat di awal waktu tertentu. Lawannya adalah pernikahan kadaluwarsa. Bagi orang-orang yang hidup pada awal-awal abad ke-20 atau sebelumnya, pernikahan seorang wanita pada usia 13-14 tahun, atau lelaki pada usia 17-18 tahun adalah hal biasa, tidak istimewa. Tetapi bagi masyarakat kini, hal itu merupakan sebuah keanehan. Wanita yang menikah sebelum usia 20 tahun atau lelaki sebelum 25 tahun pun dianggap tidak wajar, "terlalu dini" istilahnya.
3. Hubungan Pria-Wanita Pra Nikah
Dalam Psikologi Perkembangan dijelaskan bahwa pada usia sekitar 10-14 tahun, individu mengalami "bermimpi" (pollusio) dan mulai menaruh perhatian dan ketertarikan khusus dengan lawan jenisnya. Perhatian terhadap lawan jenis ini berkembang sejalan dengan perkembangan fisik remaja. Daya tarik terutama pada penampilan fisik. Pada masa ini individu tampak sibuk dengan dirinya, utamanya berkenaan dengan penampilan fisiknya.
Dalam perjalanan perkembangan atau pertumbuhan seorang anak manusia, masa remaja identik dengan suatu masa dimana organ-organ seksnya telah saatnya mengalami kematangan. Banyak gejala yang menandai dengan masa yang banyak dikenal orang dengan istilah masa pubertas ini. Bagi yang lelaki (pada usia 12-14 tahun) misalnya mulai tumbuh kumis dan janggut, muncul jakung, suara berubah menjadi besar dan mulai memperhatikan alias tertarik pada lawan jenisnya. Sedangkan wanita (pada usia 10-14 tahun) gejala-gejala yang timbul adalah menstruasi (manarhea), mulai suka berdandan, terjadi pembesaran pada bagian dada, terjadi perubahan pada pinggang dan bokong dan tentunya juga suka diperhatikan oleh lawan jenisnya.
Masa pubertas ini jika tidak di-manage dengan baik dan benar (tentunya menurut ajaran Islam) akan berdampak kepada masalah-masalah sosial yang sangat sulit untuk dipecahkan, seperti timbulnya fenomena pacaran, MBA (married by accident) satu istilah bagi sepasang muda-mudi yang menikah disebabkan sang wanitanya telah diberi "persekot" duluan.
Munculnya fenomena pacaran pada sebagian pasangan muda-mudi dengan alasan bahwa untuk menuju pada pernikahan harus mengenal dengan baik calon pasangan, maka olehnya itu perlu penjajakan "luar" dan "dalam" agar dapat lebih mengetahui dan mengenal karakter masing-masing. Padahal kalau ditimbang berbagai dampak negatif yang ditimbulkan dari pacaran ini, yakni secara rasional:
1. Pemborosan
Pacaran mendidik untuk berlaku boros, apalagi dengan semakin gencarnya media massa mempropagandakan kebiasaan buruk "konsumerisme." Biasanya untuk membuat sang do'i pujaan hati semakin lengket maka sang pacar berupaya memenuhi berbagai kebutuhan pacarnya, padahal belum tentu sang do'i yang telah dibiayai begitu besar menjadi pasangan hidup sebenarnya.
2. Pencurian hingga perampokan
Dalam masa pacaran seorang jika memiliki penghasilan sendiri, mungkin tidak terlalu bermasalah, tetapi biasanya pelaku pacaran kebanyakan masih minta subsidi kepada orang tua. Jika orang tua mampu, maka masalah sedikit berkurang, akan tetapi jika tidak, dan sudah saatnya untuk "kencan", maka mencuri bahkan merampas duitnya orang tua atau pun orang lain menjadi solusinya.
3. Kejahatan Seksual
Untuk membuat pacarnya semakin tertarik dengannya, maka penampilan perlu untuk diperbaiki dan dipermantap, hingga pakaian modis dan seksi pun (baca: yang menampakkan aurat dan mengumbar syahwat), ditambah harum semerbaknya minyak wangi menjadi pilihan. Sudah hukum alam sesuatu yang merangsang akan berakibat rangsangan. Konon kasus mastrubasi (onani) hingga kejahatan seks (perkosaan) adalah akibat yang disebabkan dari menebar rangsangan di mana-mana.
4. Sakit Hati
Tidak semua orang yang berpacaran mengalami jalan cerita yang mulus (happy ending), terkadang karena suatu dan lain hal, menyebabkan terjadinya hubungan "kandas di tengah jalan," kemudian sang kekasih mencari pacar baru lagi. Akibatnya muncul sakit hati yang amat mendalam. Kalau sang pacar ditinggal pergi sang kekasih pujaan hati maka, "makan tak enak, tidur pun tak nyenyak." Bahkan ada yang stress berkepanjang, sehingga tak mau menikah hingga mati dan tak jarang berakhir di liang lahat, karena tak tahan menanggung derita, "baygon" pun menjadi jalan keluarnya.
Dalam Psikologi Perkembangan dijelaskan bahwa pada usia sekitar 10-14 tahun, individu mengalami "bermimpi" (pollusio) dan mulai menaruh perhatian dan ketertarikan khusus dengan lawan jenisnya. Perhatian terhadap lawan jenis ini berkembang sejalan dengan perkembangan fisik remaja. Daya tarik terutama pada penampilan fisik. Pada masa ini individu tampak sibuk dengan dirinya, utamanya berkenaan dengan penampilan fisiknya.
Dalam perjalanan perkembangan atau pertumbuhan seorang anak manusia, masa remaja identik dengan suatu masa dimana organ-organ seksnya telah saatnya mengalami kematangan. Banyak gejala yang menandai dengan masa yang banyak dikenal orang dengan istilah masa pubertas ini. Bagi yang lelaki (pada usia 12-14 tahun) misalnya mulai tumbuh kumis dan janggut, muncul jakung, suara berubah menjadi besar dan mulai memperhatikan alias tertarik pada lawan jenisnya. Sedangkan wanita (pada usia 10-14 tahun) gejala-gejala yang timbul adalah menstruasi (manarhea), mulai suka berdandan, terjadi pembesaran pada bagian dada, terjadi perubahan pada pinggang dan bokong dan tentunya juga suka diperhatikan oleh lawan jenisnya.
Masa pubertas ini jika tidak di-manage dengan baik dan benar (tentunya menurut ajaran Islam) akan berdampak kepada masalah-masalah sosial yang sangat sulit untuk dipecahkan, seperti timbulnya fenomena pacaran, MBA (married by accident) satu istilah bagi sepasang muda-mudi yang menikah disebabkan sang wanitanya telah diberi "persekot" duluan.
Munculnya fenomena pacaran pada sebagian pasangan muda-mudi dengan alasan bahwa untuk menuju pada pernikahan harus mengenal dengan baik calon pasangan, maka olehnya itu perlu penjajakan "luar" dan "dalam" agar dapat lebih mengetahui dan mengenal karakter masing-masing. Padahal kalau ditimbang berbagai dampak negatif yang ditimbulkan dari pacaran ini, yakni secara rasional:
1. Pemborosan
Pacaran mendidik untuk berlaku boros, apalagi dengan semakin gencarnya media massa mempropagandakan kebiasaan buruk "konsumerisme." Biasanya untuk membuat sang do'i pujaan hati semakin lengket maka sang pacar berupaya memenuhi berbagai kebutuhan pacarnya, padahal belum tentu sang do'i yang telah dibiayai begitu besar menjadi pasangan hidup sebenarnya.
2. Pencurian hingga perampokan
Dalam masa pacaran seorang jika memiliki penghasilan sendiri, mungkin tidak terlalu bermasalah, tetapi biasanya pelaku pacaran kebanyakan masih minta subsidi kepada orang tua. Jika orang tua mampu, maka masalah sedikit berkurang, akan tetapi jika tidak, dan sudah saatnya untuk "kencan", maka mencuri bahkan merampas duitnya orang tua atau pun orang lain menjadi solusinya.
3. Kejahatan Seksual
Untuk membuat pacarnya semakin tertarik dengannya, maka penampilan perlu untuk diperbaiki dan dipermantap, hingga pakaian modis dan seksi pun (baca: yang menampakkan aurat dan mengumbar syahwat), ditambah harum semerbaknya minyak wangi menjadi pilihan. Sudah hukum alam sesuatu yang merangsang akan berakibat rangsangan. Konon kasus mastrubasi (onani) hingga kejahatan seks (perkosaan) adalah akibat yang disebabkan dari menebar rangsangan di mana-mana.
4. Sakit Hati
Tidak semua orang yang berpacaran mengalami jalan cerita yang mulus (happy ending), terkadang karena suatu dan lain hal, menyebabkan terjadinya hubungan "kandas di tengah jalan," kemudian sang kekasih mencari pacar baru lagi. Akibatnya muncul sakit hati yang amat mendalam. Kalau sang pacar ditinggal pergi sang kekasih pujaan hati maka, "makan tak enak, tidur pun tak nyenyak." Bahkan ada yang stress berkepanjang, sehingga tak mau menikah hingga mati dan tak jarang berakhir di liang lahat, karena tak tahan menanggung derita, "baygon" pun menjadi jalan keluarnya.
5. Deritanya Rindu
Orang yang dimabuk asmara, biasanya sehari tak ketemu serasa seratus tahun tak bersua. Rindu…..???. Pada hakekatnya rasa rindu adalah penderitaan di dalam tekanan psikologis. Jadi pacaran hanyalah menimbulkan penderitaan. Bila sang kekasih jauh di mata, maka derita akan semakin berat di dada. Biasanya kalau ini tidak terobati maka sebagai alat penawarnya adalah rokok, alkohol, hingga beberapa obat-obat bius (narkoba, shabu-shabu dan sejenisnya).
6. Pendidikan Menipu
Setiap anak yang berpacaran pasti ingin tampil "hebat" di depan pujaannya. Maka berbagai upaya dilakukan, mulai dari ngomong fiktif alias bohong, pinjam dasi, sapatu, jas, mobil orang lain, hingga yang lebih dari itu dipraktekkan demi untuk mengundang perhatian dan decak kagum dari sang idola.
7. Semakin Manja
Pacaran bisa menyebabkan hati menjadi lemah? Mengapa? Biasanya orang yang sedang berpacaran suka berandai-andai. Misalnya istilah: "Jika kamu jadi bunga aku jadi kumbangnya," atau "Jika kanda Romeo, tentu dinda Juliet-nya," sehingga dengan banyak berangan-angan menyebabkan banyak melamun, malas untuk belajar, malas beramal, dan biasanya pekerjaan menjadi berantakan.
Orang yang dimabuk asmara, biasanya sehari tak ketemu serasa seratus tahun tak bersua. Rindu…..???. Pada hakekatnya rasa rindu adalah penderitaan di dalam tekanan psikologis. Jadi pacaran hanyalah menimbulkan penderitaan. Bila sang kekasih jauh di mata, maka derita akan semakin berat di dada. Biasanya kalau ini tidak terobati maka sebagai alat penawarnya adalah rokok, alkohol, hingga beberapa obat-obat bius (narkoba, shabu-shabu dan sejenisnya).
6. Pendidikan Menipu
Setiap anak yang berpacaran pasti ingin tampil "hebat" di depan pujaannya. Maka berbagai upaya dilakukan, mulai dari ngomong fiktif alias bohong, pinjam dasi, sapatu, jas, mobil orang lain, hingga yang lebih dari itu dipraktekkan demi untuk mengundang perhatian dan decak kagum dari sang idola.
7. Semakin Manja
Pacaran bisa menyebabkan hati menjadi lemah? Mengapa? Biasanya orang yang sedang berpacaran suka berandai-andai. Misalnya istilah: "Jika kamu jadi bunga aku jadi kumbangnya," atau "Jika kanda Romeo, tentu dinda Juliet-nya," sehingga dengan banyak berangan-angan menyebabkan banyak melamun, malas untuk belajar, malas beramal, dan biasanya pekerjaan menjadi berantakan.
Fenomena negatif yang ditimbulkan di masa pubertas adalah HDN "hamil
diluar nikah." Menurut Psikolog Prof. Jamaluddin Ancok dan Fuat Nashori (Lihat:
Psikologi Islam) mengemukakan data mengenai wanita yang hamil diluar nikah,
yaitu:
- Penelitian oleh Widyantoro tahun 1989 menumukan 405 kasus kehamilan di luar nikah pada suatu klinik di Jakarta dan Bali dalam setahun.
- Khisbiyah melaporkan data dari klinik dan praktek dokter di sekitar Kabupaten Magelang bahwa ada sekitar 1456 kasus kehamilan diluar nikah dalam setahun.
Jumlah kasus tentang kehamilan di luar nikah yang sesungguhnya diduga lebih tinggi dari yang dilaporkan. Banyak kasus kehamilan lain yang tidak tercatat pada klinik. Terlebih lagi tentang jumlah kasus perzinahan. Jika ini hasil survey yang terjadi di tiga tempat lokasi penelitian tersebut, pada waktu itu. Bagaimana dengan di tempat lain dan di waktu yang lain?
Yang menyedihkan biasanya bakal bayi dari hasil hubungan HDN, karena kehamilan tersebut tidak diinginkan, sehingga biasanya diselesaikan dengan cara "aborsi." Menurut data terakhir angka aborsi di Indonesia yang dilakukan kawula muda terbilang cukup tinggi, yakni mencapai 1,5 s/d 2,5 juta pertahun. Demikian beberapa dampak megatif yang ditimbulkan dari masa pubertas yang tidak ter-manage
- Penelitian oleh Widyantoro tahun 1989 menumukan 405 kasus kehamilan di luar nikah pada suatu klinik di Jakarta dan Bali dalam setahun.
- Khisbiyah melaporkan data dari klinik dan praktek dokter di sekitar Kabupaten Magelang bahwa ada sekitar 1456 kasus kehamilan diluar nikah dalam setahun.
Jumlah kasus tentang kehamilan di luar nikah yang sesungguhnya diduga lebih tinggi dari yang dilaporkan. Banyak kasus kehamilan lain yang tidak tercatat pada klinik. Terlebih lagi tentang jumlah kasus perzinahan. Jika ini hasil survey yang terjadi di tiga tempat lokasi penelitian tersebut, pada waktu itu. Bagaimana dengan di tempat lain dan di waktu yang lain?
Yang menyedihkan biasanya bakal bayi dari hasil hubungan HDN, karena kehamilan tersebut tidak diinginkan, sehingga biasanya diselesaikan dengan cara "aborsi." Menurut data terakhir angka aborsi di Indonesia yang dilakukan kawula muda terbilang cukup tinggi, yakni mencapai 1,5 s/d 2,5 juta pertahun. Demikian beberapa dampak megatif yang ditimbulkan dari masa pubertas yang tidak ter-manage